Saturday, February 16, 2008

Menuntut Ilmu

Islam mengajarkan menuntut ilmu itu berlangsung seumur hidup. Tidak dikenal batasan waktu dalam mencarinya. Rasulullah mengajarkan, ''Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap Muslim.'' (HR Thabrani). Dalam hadis dengan perawi lain, Rasulullah SAW juga menekankan hal yang sama. ''Tuntutlah ilmu dari masa buaian sampai menjelang masuk liang kubur.'' (HR Bukhari). Wahyu Rasulullah sendiri merupakan uswah pertama dalam menuntut ilmu. Wahyu pertama yang beliau terima adalah perintah untuk menjadi orang berilmu melalui membaca (QS Al-Alaq [96]: 1-5). Alquran dibaca supaya hidup teratur, sejarah dibaca supaya tahu peninggalan para leluhur, dan alam dibaca supaya lahir karya-karya yang luhur. Melalui bacaan ilmu pengetahuan diperoleh dan seseorang menjadi bijak dalam tutur kata dan perbuatan.

Menuntut ilmu juga tidak dibatasi oleh tempat. Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Uda, Rasulullah memerintahkan untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina. Ini merupakan indikasi nyata bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Ketika Rasulullah menganjurkan untuk belajar sampai ke negeri Cina tentu bukan harus belajar tafsir di sana, sebab bukan tempatnya. Begitu juga di Cina bukan tempat untuk belajar shalat ataupun menunaikan zakat. Cina pada zaman Nabi Muhammad SAW, 14 abad silam, adalah negara yang sudah maju dalam ilmu pengetahuan, teknologi, industri, dan perdagangan. Sehingga, Rasulullah menyuruh umatnya untuk belajar teknologi, perdagangan, dan industri sekalipun kepada orang yang berbeda keyakinan. Begitu istimewanya orang yang menuntut ilmu sampai diperbolehkan oleh Rasulullah untuk iri kepada mereka. Tentu saja iri tatkala ilmunya bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah bersabda, ''Tidak boleh hasud (iri) kepada orang lain kecuali kepada orang yang diberi kekayaan oleh Allah, kemudian ia menggunakannya untuk membela kebenaran dan kepada orang yang diberi ilmu tatkala ilmunya diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.'' (HR Bukhari Muslim).

Oleh karenanya, kedudukan orang yang mencari ilmu sangat luhur sampai Allah menjanjikan posisi yang amat tinggi bagi mereka. ''... Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang yang berilmu beberapa derajat ...'' (QS Al-Mujadilah [58]: 11). Demikian pula usaha untuk mencari dan menggali ilmu diganjar oleh Allah dengan pahala seumpama orang yang sedang berjuang di jalan Allah. ''Siapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu maka ia berjuang fisabilillah hingga kembali ke rumahnya.'' (At-Tirmidzi). Dan yang paling utama, dengan keluhuran ilmunya seseorang akan memperoleh kedudukan sebagai ahli waris para nabi. Bukan hanya Nabi Muhammad, namun ahli waris seluruh nabi semenjak Nabi Adam AS. ''Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Yang mereka wariskan adalah ilmu. Seseorang yang mendapatkannya, sungguh ia telah mendapatkan bagian yang banyak.'' (HR Abu Dawud dan Tirmidzi). Maka, janganlah lelah menuntut ilmu, saudaraku.
Dikutip dari tulisan Uwes Fatoni

Thursday, February 14, 2008

Hakehat Kesabaran*

''Ada orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.'' (QS Al-Baqarah [2]: 177).Pada tahun ke-12 kenabian Rasulullah mengalami puncak ujian yang menuntut kesabaran luar biasa. Kematian dua orang yang sangat dicintainya, Siti Khadijah dan Abu Thalib, membuat penderitaan Rasulullah kian sempurna. Sepertinya saat itulah semuanya akan berakhir. Namun, sejarah membuktikan justru itulah awal dari kemenangan Islam. Allah memerintahkan Rasulullah dan para sahabat-Nya hijrah ke Madinah. Di sanalah Allah memberikan pertolongan, dan di kemudian hari mereka kembali ke Makkah dengan kemenangan yang besar.

Hakikat kesabaran adalah menahan diri dari sifat gundah dan emosi yang belebihan, menahan lisan dari berkeluh kesah, dan menerima ujian dari-Nya dengan lapang dada. Kesabaran merupakan karakter utama orang beriman. Allah berfirman, ''Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.'' (Al-Baqarah [2]: 153).Hubungan kesabaran dengan keimanan ibarat kepala dengan jasad. Tidak sempurna keimanan seseorang apabila tidak disertai kesabaran. Rasulullah bersabda, ''Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik baginya.'' (HR Muslim) Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga. Pertama, kesabaran dalam ketaatan kepada Allah. Kedua, kesabaran dalam meninggalkan kemaksiatan. Ketiga, kesabaran dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah.

Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik bagi seorang manusia. Hal ini disampaikan oleh Rasulullah, ''Dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.'' (Muttafaqun Alaih).Semoga kita bisa menjadikan kesabaran sebagai benteng kokoh menghadapi beratnya tantangan hidup. Dengan bersabar hanya ada dua pilihan, menjadi orang kaya yang bersukur atau orang fakir yang sabar.

*) Dikutip dari Tulisan Arina Zidkiyah

Pribadi Muslim*

Dalam sebuah majelis, Rasulullah SAW pernah ditanya para sahabat. ''Ya Rasulullah, apa ciri-ciri pribadi Muslim?'' Rasulullah menjawab, ''Ciri-ciri Muslim itu, apabila dia melihat kamu, maka dia mendekat kepadamu, kemudian dia menyegerakan salam. Lalu kau lihat tampak pada wajahnya selalu tersenyum. Lalu, dia akan lebih awal menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Kalau kau dekat dengan dia, kau mencium wanginya. Kalau kau bicara dengan dia perhatikan baik-baik, pasti dia mengajakmu selamat dunia akhirat. Mau berbicara tentang apa saja, pada akhirnya mengajak kamu selamat di akhirat. Kalau berurusan dengannya, dia permudah. Itulah ciri-ciri pribadi Muslim.'' (Muttafaq 'Alaih).

Betapa sederhananya pribadi seorang Muslim yang digambarkan Rasulullah SAW di atas. Gambaran tadi kelihatannya sangat ringan, namun dalam praktiknya berat dilakukan. Intinya, seseorang baru bisa dikatakan Muslim kalau orang lain merasanya aman dari tangan, lisan, dan perbuatannya. Pribadi Muslim selalu dekat dengan Allah. Orang kalau sudah mendekat kepada Allah, maka akan sayang dengan makhluk Allah. Orang kalau sudah sujud, dia berdoa dengan rasa takut, dengan berharap amat sangat, dampaknya dia akan senang berbuat kebaikan. Seorang Muslim itu laksana cahaya. Kalau dia sudah bercahaya, pasti menerangi kanan-kirinya karena dia mengakses nur Allah. Seorang Muslim menerangi bukan hanya hatinya, tapi pikirannya, pendengarannya, tingkah lakunya, pakaiannya, rezekinya, rumahnya, kamarnya, tamannya. Di manapun dia berada membawa cahaya, dan cahaya itu tidak bisa dikalahkan dengan kegelapan.

Seorang pribadi Muslim meyakini adanya hari akhirat, dia menjadikan, dunia ini untuk akhiratnya. Hidupnya untuk Yang Mahahidup. Bukan hidup untuk hidup, yang pada akhirnya berlomba-lomba untuk menjadikan semuanya komoditas. Sehingga, mengejar popularitas, jabatan, dan kekayaan. Seorang pribadi Muslim tahu, waktu yang diberikan Allah ini sempit untuk di dunia. Makanya seorang Muslim ingin membuat kenangan yang panjang. Wa ammaa bini'mati robbika fahaddits (Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya [dengan bersyukur). (QS Adh Dhuhaa [93]: 11)
*) Dikutip dari Harian Republika

Wednesday, February 13, 2008

Allah SWT ~ Tempat Sandaran Hati ~ *

''Orang yang paling pedih cobaannya di dunia adalah para Nabi, kemudian orang-orang shaleh, kemudian orang-orang yang derajatnya dekat dengan mereka.'' (HR Al-Hakim). Hidup adalah perjuangan. Tidaklah mudah menjadi seorang yang istikamah dalam kebenaran, karena tidak jarang dalam perjalanan hidup, godaan menghampiri. Namun, juga tak sulit untuk beristikamah asal ada niat dan kemauan yang kuat. Kelaparan, kemiskinan, kesedihan, kehormatan, dan kekayaan adalah di antara pintu yang kerap dimasuki setan, untuk menyeret seseorang bergabung dalam barisannya. Bukan hanya orang yang berperangai buruk yang mendapatkan ujian, orang baik pun mendapatkan ujian dari Allah SWT.

Karena itu, ketika godaan tersebut mendatangi kita, yang patut dilakukan adalah menyandarkan diri dan memohon perlindungan pada Yang Mahakuasa, Allah SWT. ''Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Al-A'raf [7]: 200). Tidak sedikit orang yang salah dalam bergantung dan bersandar, jatuh dalam jurang kesesatan, yang berakibat penyesalan. Putra dan istri Nabi Nuh AS, misalnya, mereka hanya bergantung kepada ketinggian gunung, untuk menyelamatkan diri dari banjir yang dahsyat. Padahal, ada Zat Yang Mahatinggi, yang jika menghampiri dan mendekati-Nya, Dia akan lebih mendekat dan menyelamatkannya.

Orang yang menyandarkan hatinya pada Allah SWT selalu akan menuai ketenteraman. Dalam surat Al-Ma'arij ayat 19-23, dijanjikan bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam shalatnya, akan selamat dari sifat buruk, keluh kesah, dan kikir. Itu sebabnya shalat yang baik dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan shalat adalah wujud penyerahan dan penyandaran hati pada Allah SWT. ''Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.'' (QS Al-Baqarah [2]: 153). Ketika Musa AS dan umatnya mengalami tekanan berat dari Fir'aun, ketika Muhammad SAW dan para sahabatnya menerima kecaman dari orang-orang kafir, hanya satu yang mereka lakukan: mendekat pada Allah. Mereka semua bersandar seraya bermunajat pada Allah SWT agar diberikan keselamatan dan kekuatan. Hanya orang yang sombonglah yang tidak mau bergantung pada Allah SWT. Hanya orang sombonglah yang menganggap apa yang dimiliki mampu menyelamatkan hidupnya. Terlalu sayang kalau hidup yang sekali ini hanya untuk menyombongkan diri.
Dikutip dari tulisan A. Saeful Milla